Detail List Data Hak Cipta LPPM UWHS
Tanggal Pengajuan
2018-11-16
No Aplikasi
EC00201854499
No Sertifikat
124960
Nama
Dr. Hargianti Dini Iswandari, drg.,M.M
Prodi
Sub Jenis
Karya Tulis Lainnya
Judul
Kompetensi Tenaga Kesehatan Lulusan Perguruan Tinggi Kesehatan Menghadapi Persaingan Dunia Kerja Menuju Indonesia Sejahtera
Uraian
Sekolah Tinggi Kesehatan Widya Husada Semarang memiliki keinginan,mendukung dan melaksanakan program Pemerintah yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan pembangunan di bidang kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Karena cerdas dan sehat merupakan prasyarat untuk bertahan hidup serta mencapai hidup yang berkualitas, maka pendidikan kesehatan menjadi kebutuhan dasar.Untuk mewujudkan komitmen bahwasanya pendidikan kesehatan adalah suatu kebutuhan, maka Yayasan Pendidikan Widya Husada menyelenggarakan Pendidikan, mencetak tenaga kesehatan (na-kes) yang handal dan mampu bersaing. Semakin meningkat kecerdasan masyarakat akan kebutuhan kesehatan, semakin tinggi pula tuntutan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sepadan. Ketidakpuasan akan pelayanan seorang na-kes akan berimbaskepadaseluruh anggota profesi dimana na-kes tersebut ber-induk. Mudahnya akses multi media, sering digunakan untuk âmenembakâ seorang na-kes dengan mem-blow up sebuah kasus sederhana dan tidak berbahaya menjadi kritik tajam dan luas dan bahkan sering berujung dengan pembunuhan karakterna-kes tersebut. Kemajuan Ilmu kedokteran dan kesehatan serta perubahan sistem pelayanan kesehatan merupakan peluang timbulnya masalahâmasalah etik, disiplin dan hukum.Semakin meningkat kesadaran masyarakat atas hak individu-nya sementara na-kes belum siap, sering membawa na-kes ke ranah pelanggaran etik, pelanggaran disiplin bahkan pelanggaran hukum. Ungkapan ketidakpuasan masyarakat sering berujung dengan tudingan malapraktik oleh na-kes. Dalam situasi panik, na-kes yang âawam hukumâ, kemudian mencari bantuan kepada kuasa hukum yang âawamkesehatanâ. Akhirnya, na-kes justru menjadi objek eksploitasi oknum penegak hukum yang tidak bertanggung jawab. Setiap individu memiliki tiga hak dasar yang dilindungi undang-undang yakni :1) hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (right to health care),2) hak untuk mendapatkan informasi (right to information) dan 3) hak untuk menentukan dirinya sendiri(right to self determination). Hak pasien merupakan kewajiban bagi na-kes yang melayaninya, pada tingkat (level)kemampuan yang berbeda.Hal yang perlu diperhatikan oleh na-kes dalam meningkatkan penerimaan konsep sehat adalah dengan: 1) memperhatikan individu sebagai suatu sistem yang menyeluruh; 2) memandang âsehatâ dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal; dan 3) memberikan penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup. Dalam sistem pelayanan kesehatan yang begitu kompleks, sangat dimungkinkan terjadinya Sengketa Medik (medical disputes) yaitu pertentangan yang terjadi antara pasien /keluarga pasien di satu sisi dengan na-kes /rumah sakit/ fasilitas kesehatan di sisi lain. Wujud dari sengketa itu adalah pengaduan masyarakat, dengan ataupun tanpa malapraktik.Pengaduan atau tuntutan masyarakat, cukup membuat na-kes kebingungan dan mencari bantuan kepada fihak yang tidak tepat. Ada 4 syarat yang harus dipenuhi sebelum menuduh na-kes melakukan malapraktik yaitu: 1) adanya tindakan (duty) yakni ada hubungan profesional antara pasien dan na-kes; 2) ada kesalahan (dereliction of duty) yakni kegagalan na-kes memberikan asuhan keperawatan; 3) ada kerugian atau cedera (damage); dan 4) ada hubungan kausalitas (direct cause) bahwasanya cedera tersebut merupakan akibat langsung dari kesalahan.Seorang tidak boleh dihakimi sebelum terpenuhi keempat syarat tersebut. Pengaduan yang berawal dari ketidakpuasan masyarakat dapat disalurkan melalui media apa saja ke dalam ranahapa saja (ranah etik, disiplin maupunhukum). Undang-Undang No 36 tahun 2009, pada pasal 58 ayat (1) menyatakan bahwa: âsetiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,na-kes, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Pada setiap subjek hukum yang saling berinteraksi, melekat hak, kewajiban dan tanggungjawab.Ditinjau dari hubungan hukum, tanggungjawab na-kes dinilai dari 2 (dua)aspek yaitu tanggungjawab profesional (verantwoordelijkheid) dan tanggungjawab hukum (aansprakelijkheid), karenapetugas/tenaga kesehatan (termasuk dokter) bukan hanya mengobati penyakit melainkan mengobati individu (subjek hukum) lain yang sedang sakit. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal, na-kes diharap mampu memahami kondisi pasien sebagai individu yang lengkap.Supaya pasien dapat menerima penjelasan/informasi yang akan diberikan, na-kes harus menempatkan pasien setara dengan dirinya sehingga yang bersangkutan mampu memahami masalah yang sedang dihadapinya, memahami bagaimana jalan keluarnya, bagaimana alternatif penanganan serta prognosisnya masing-masing. Setelah menerima penjelasan dan memahami maksudnya (well informed)diharap pasien mampu memilih dan memutuskan, tindakan apa yang boleh dilakukan oleh seorang na-kes (termasuk dokter) kepada dirinya. Inilah esensi dari proses panjang informed consent sampai dengan perwujudan dari right to self determination. Sapat diformulasikan sebagai berikut: setiap tindakan medis mengandung risiko sehingga sebelum mengambil tindakan, na-kes harus memastikan ada atau tidak indikasi dilakukan tindakan; Menimbang, cukup atau tidak indikasi tersebut; Menimbang, ada atau tidak alternatif yang lebih baik, dan melakukan peri operative critical care yang adekuat. Dalam dunia kesehatan, sebelum memutuskan suatu tindakan, pada umumnya seorang profesional sadar akan risiko terjadinya cedera, tetapi tetap melakukan tindakan dengan dua alasan: yang pertama, kemungkinan (probability) terjadinya risiko kecil dibandingkan dengan hasil yang ingin dicapai, atau karena tindakan yang akan diambil itu merupakan satu-satunya pilihan (the only way) untuk mencapai tujuan pengobatan. Tindakan yang dilakukan secara sadar akan risiko dari seorang profesional tidak dapat dituding sebagai suatu kelalaian karena yang bersangkutan memiliki kompetensi dan kompeten melakukan pertimbangan saintifik dan etik di bidangnya. Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan sebagai pendukung upaya kesehatan harus selalu dibina dan diawasi.Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.Sementara, pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya agar tenaga kesehatan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dan sistem yang telah disepakati.
Sertifikat